Allah s.w.t. itu Mahakaya, tidak membutuhkan sesuatupun dari hamba-hamba-Nya, karena kebutuhan itu adalah tanda kelemahan, dan tidak ada kelemahan pada Tuhan, Dia adalah Pemilik kekuatan dan kekuasaan, Dia-lah yang berfirman "Hai manusia, kamulah yang berkehendak pada Allah, dan Allah Dia-lah Yang Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji." (QS. Fathir: 15)
Ketika manusia melakukan berbagai ibadah dan berjihad, itu tidak lain dikerjakan untuk keperluan dirinya dan untuk kemaslahatannya, dan agar menjadi penyebab keselamatannya pada hari kiamat, dan Allah s.w.t tidak mengambil manfaat dari ibadah dan jihadnya itu, Allah s.w.t berfirman, "Dan barang siapa yang berjihad, maka sesungguhnya jihadnya itu adalah untuk dirinya sendiri, Sesungguhnya Allah benar-benar Mahakaya (Tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam." (QS. Al-'Ankabut: 6)
Sayid Qhutub r.a. berkata, "Jika Allah telah menetapkan fitnah (cobaan) pada orang-orang yang beriman, dan membebani mereka agar berjihad agar diri mereka bisa tegar menanggung beban penderitaan, maka hal itu tidak lain hanyalah untuk kemaslahatan diri mereka, kesempurnaan mereka, dan untuk menetapkan kebaikan bagi mereka di dunia dan akhirat. Jihad itu demi kemaslahatan jiwa dan hati orang yang berjihad, mengangkat pandangan dan wawasannya, dan mengentaskan dari kekikiran terhadap jiwa dan harta, serta untuk menghimpun berbagai keistimewaan dan kesiapan yang terdapat pada dirinya. Itu semua sebelum dirinya dapat lolos ke dalam golongan orang-orang yang beriman, kontribusi kebaikan bagi mereka, dan teguhnya kebenaran di antara mereka, dominasi kebaikan atas keburukan, dan dominasi kemaslahatan atas kerusakan di dalamnya." (Fi Zhilal al-Qur'an, 5/2722)
Sesungguhnya jiwa yang enggan melaksanakan ibadah, ia akan mengira bahwa dia mengerjakan ibadah karena Allah butuh padanya, ini merupakan angan-angan yang dilontarkan setan di dalam jiwa mereka, dan membuat mereka lupa bahwa yang paling pertama mendapatkan manfaat dari hal itu adalah diri mereka sendiri, seruan yang tinggi ini tidak lain merupakan upaya membangkitkan kekuatan yang tersembunyi di dalam jiwa manusia agar segera bergegas menyelamatkan dirinya, tidak meremehkan perkara yang agung ini dan tidak menyia-nyiakan waktu, karena tidak ada yang menyelamatkan jiwa kecuali jiwa itu sendiri, yaitu dengan perantara amal perbuatan yang dilakukannya agar setelah itu dia berhak terhadap rahmat Allah s.w.t. dan keridhaan-Nya.
Abdul Hamid al-Bilaly
Ketika manusia melakukan berbagai ibadah dan berjihad, itu tidak lain dikerjakan untuk keperluan dirinya dan untuk kemaslahatannya, dan agar menjadi penyebab keselamatannya pada hari kiamat, dan Allah s.w.t tidak mengambil manfaat dari ibadah dan jihadnya itu, Allah s.w.t berfirman, "Dan barang siapa yang berjihad, maka sesungguhnya jihadnya itu adalah untuk dirinya sendiri, Sesungguhnya Allah benar-benar Mahakaya (Tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam." (QS. Al-'Ankabut: 6)
Sayid Qhutub r.a. berkata, "Jika Allah telah menetapkan fitnah (cobaan) pada orang-orang yang beriman, dan membebani mereka agar berjihad agar diri mereka bisa tegar menanggung beban penderitaan, maka hal itu tidak lain hanyalah untuk kemaslahatan diri mereka, kesempurnaan mereka, dan untuk menetapkan kebaikan bagi mereka di dunia dan akhirat. Jihad itu demi kemaslahatan jiwa dan hati orang yang berjihad, mengangkat pandangan dan wawasannya, dan mengentaskan dari kekikiran terhadap jiwa dan harta, serta untuk menghimpun berbagai keistimewaan dan kesiapan yang terdapat pada dirinya. Itu semua sebelum dirinya dapat lolos ke dalam golongan orang-orang yang beriman, kontribusi kebaikan bagi mereka, dan teguhnya kebenaran di antara mereka, dominasi kebaikan atas keburukan, dan dominasi kemaslahatan atas kerusakan di dalamnya." (Fi Zhilal al-Qur'an, 5/2722)
Sesungguhnya jiwa yang enggan melaksanakan ibadah, ia akan mengira bahwa dia mengerjakan ibadah karena Allah butuh padanya, ini merupakan angan-angan yang dilontarkan setan di dalam jiwa mereka, dan membuat mereka lupa bahwa yang paling pertama mendapatkan manfaat dari hal itu adalah diri mereka sendiri, seruan yang tinggi ini tidak lain merupakan upaya membangkitkan kekuatan yang tersembunyi di dalam jiwa manusia agar segera bergegas menyelamatkan dirinya, tidak meremehkan perkara yang agung ini dan tidak menyia-nyiakan waktu, karena tidak ada yang menyelamatkan jiwa kecuali jiwa itu sendiri, yaitu dengan perantara amal perbuatan yang dilakukannya agar setelah itu dia berhak terhadap rahmat Allah s.w.t. dan keridhaan-Nya.
Abdul Hamid al-Bilaly